- Back to Home »
- jokowi-jk , KIH , KMP , konflik , konflik KIH dan KMP »
- KONFLIK ELITE POLITIK KIH DAN KMP
Posted by : Unknown
Rabu, 03 Desember 2014
KONFLIK ELITE POLITIK KIH DAN KMP
Yogyakarta---Konflik elite politik KIH
dengan KMP terus terjadi bak air yang terus mengalir seakan tiada henti. Dalam istilah
politik ada disebut dengan “penyeimbang dan pemberontak”. Politik penyeimbang
dan pemberontak memiliki perbedaan makna satu dengan lainnya. Penyeimbang dalam
arti politik adalah memberikan dukungan penuh kepada pemerintah pusat
(president) jika program-programnya pro-rakyat, dan menarik dukungan jika
programnya tidak berpihak kepada rakyat. Setidaknya program-program tersebut
sesuai dengan maksud dan tujuan partai penyeimbang. Sedangkan pemberontak dalam
arti politik adalah sebaliknya penyeimbang. Artinya tidak memberikan dukungan
kepada pemerintah pusat (president) baik programnya pro-rakyat atau tidak, jika
program-program tersebut tidak menguntungkan bagi partai penyeimbang. Bahkan
bisa sampai menghalang-halanginya.
Dari kedua pengertian di atas,
sangat menarik dikaitkan pada perpolitikan di Indonesia. Dalam hal ini antara
KIH dan KMP. KMP yang mengatakan sejak awal sebagai penyeimbang dalam
pemerintahan, sudah tidak bisa dibedakan lagi tetap sebagai penyeimbang atau
pemberontak. pertanyaannya kemudian, apakah dalam KBBI arti kata “penyeimbang”
sudah tidak bisa ditemukan lagi dan berobah menjadi “pemberontak”? atau kata
penyeimbang dalam politik hanya untuk mengelabui rakyat biar kelihatan sebagai
pahlawan kesiangan.?
Hal ini dapat dilihat permusuhan
KIH dan KMP dari contoh kecil dan sangat kecil, yakni tidak dipasangnya poto
presiden dan wakil presiden Jokowi-Jk di gedung DPR. Di mana KMP tidak setuju
dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya dipasang atau tidak. Jika
alasannya karena tidak punya dasar hukum, kenapa baru sekarang dipermasalahkan.
Padahal sebelumnya mulai dari presiden pertama sampai keenam tidak ada masalah.
Atau karena ini faktor karena belum bisa menerima kekalahan atas pertarungan pilpres pada bulan Juli lalu,
sehingga telah tertanam sebuah kebencian politik.? Atau karena tidak punya uang
dan waktu.? Atau ada unsur politik lain.? Untuk menjawab pertanyaan ini,
tentunya yang lebih tahu mereka sendiri (KMP) dan para pendukungnya. Yang pasti
jika alasan tidak punya uang dan waktu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara
logika.
Selain kasus yang sangat kecil
ini, masih banyak lagi pemberontakan-pemberontakan lainnya, seperti sidang
paripurna DPR, MPR, DPR tandingan, Alat kelengkapan DPR. Intinya kasus ini yang
paling kecil di antara kasus-kasus lainnya. Sehingga menimbulkan pertanyaan
sebagian rakyat Indonesia seperti para nelayan, petani, buruh, tukang becak,
pengemis jalanan dengan pertanyaan yang cukup singkat, yakni kapan ini
berakhir.?
Pemberontakan-pemberontakan ini
sebenarnya bukan sesuatu yang “waw” yang harus diherankan. Karena namanya dunia
adalah permainan. Namun, bukan berarti hak rakyat boleh dipermainkan demi
kepentingan pribadi dan politik. Sehingga tepat rasanya pesan yang disampaikan
Bung Karno setelah berhasil memperjuangkan kemerdekaan RI “Melawan kolonial
untuk merebut kemerdekaan adalah hal mudah. Tugas yang paling berat adalah
membangun bangsa ini, di mana musuhnya dari bangsa ini sendiri”.
Tidak objektif rasanya jika KMP
terus dibicarakan. Semua ini terjadi juga ada kaitannya dengan KIH. Dapat
dilihat, kemenangan politik KMP dalam berbagai sidang paripurna di DPR dan MPR,
bahkan tidak mau memajang poto presiden dan wakilnya (Jokowi-Jk), sebenarnya
bukan menunjukkan kehebatan para elite politk KMP. Namun, juga disebabkan
lemahnya komunikasi elite politik KIH, terutama PDI Perjuangan.
Apapun itu alasannya yang pasti rakyat
Indonesia telah menaruh harapan besar pada KIH dan KMP, terutama KIH demi
kemajuan bangsa ini. Harapan agar hak-hak rakyat Indonesia semakin terayomi.
Karena memang wakil rakyat bukan paduan suara, hanya tidur waktu sidang soal
rakyat (Iwan Fals). Apalagi sampai terjadi pertikaian politik.
Sorowajan 4, November, 2014
Ahmad Sainul Nasution